­
­

Duhai Kontrakan

By Arihanaova - November 01, 2014

Di penghujung kuliah semester dua, saya bersama beberapa teman, sedang sibuk mencari kontrakan baru. Kami berkunjung dari satu kontrakan ke kontrakan lain. Bertemu berbagai pilihan yang cukup rumit. Kadang harganya murah, tapi jauh dari harapan. Kadang harapan terpenuhi, tapi harga melambung tinggi. 

Harapan kami, kontrakan ini memiliki dua atau tiga kamar. Ada tempat untuk memasak. Halaman depan cukup untuk kami berkumpul dan berkebun. Kalau bisa bangunannya baru alias kami yang pertama menghuni. Dan harganya yang jelas lebih murah dibanding harga kos kami sebelumnya.

Sampai akhirnya kami menemukan sebuah rumah yang hampir selesai dibangun. Ukurannya hanya sekitar 7x7 meter dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan ada dua ruang kosong untuk ruang tamu dan dapur. Setelah negoisasi tawar-menawar harga dengan sang pemilik, akhirnya kami memutuskan untuk mengontrak rumah tersebut.

Setelah tahun ajaran baru 2014-2015 dimulai, saya, Ndut, Caca, Teh Lisa, Acil dan Nopek, pun menempati kontrakan baru kami. Terbayang betapa sesaknya rumah sekecil itu dihuni oleh enam orang. Kamar tidur pertama ditempati saya, Caca dan Teh Lisa. Kamar tidur kedua ditempati Ndut, Acil dan Nopek.

Hanya ada satu kamar mandi. Padahal kami (kecuali Nopek) adalah teman satu kelas dan semester ini hampir setiap hari kami masuk kuliah jam 7. Berhubung tidak ada gudang, barang-barang kami yang sudah tidak terpakai tapi tidak ingin kami buang, kami tumpuk di ruangan yang seharusnya adalah dapur. Alhasilm dapur tidak bisa kami oprasikan. Dari sang pemilik sendiri, kami hanya dapat kasur, almari, dan kompor (tanpa tabung gas). Dan karena kontrakan ini adalah bangunan baru, kami yang pertama menghuninya, jadi tidak ada warisan atau barang peninggalan apapun. Artinya, kami harus melengkapi sendiri barang-barang yang kami perlukan untuk kontrakan.

Sebenarnya kami sudah berniat membeli semua barang-barang, jauh sebelum kami menempati kontrakan. Kami merencanakan menghias ini itu. Hendak menata sedemikian rupa yang intinya kami ingin mengindahkan kontrakan tersayang kami ini. Tapi semua terjadi di luar kuasa kami.

Saya, Ndut dan Acil adalah anggota Himpunan Mahasiswa (Hima) yang saat ini dipaksa sibuk oleh Bulan Pahlawan Sejarah. Dan semua dari kami (kecuali Nopek) adalah anggota Ekspedisi Sejarah Indonesia (Exsara) yang juga tengah mengadakan beberapa acara besar. Belum lagi kuliah yang akhir-akhir ini selalu dibanjiri tugas. 

Singkat kata, kami tak pernah punya waktu untuk mengurus kontrakan. Tenaga dan pikiran kami dikuras di perkuliahan dan organisasi. Uang kami juga habis untuk kegiatan-kegiatan di luar. Maka jadilah, nasib kontrakan yang sungguh malang.

Meski nggak jelas banget bentuknya, kontrakan kami ini adalah markas seribu umat. Rapat intern Hima sering dilakukan di kontrakan kami. Inventaris Exsara (tenda, kerir, nesting, dll.) juga disimpan di sini. Anak-anak rombel juga sering datang kemari ramai-ramai, entah itu mengerjakan tugas atau hanya ingin main.

Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kontrakan kami. Supaya menjadi berkat untuk semua. Aamiiin.

  • Share: