Rewatching my day6 concert fancam for 463 times while write this.
Bentar. Mulai darimana dulu ini. Ok. Kita tarik agak jauh ke belakang dulu deh.
Tahun 2024. Sebagai fans day6 yang (tbh) lebih ke casual listener aja, aku ikut happy banget dengar kabar mereka bakal konser di Indonesia. Udah plan dari awal tahun, pokoknya harus nonton. Sampai tiba bapak sakit, and he passed away last year. The hardest year of my life but at the end, I survived. Thanks, God.
Desember 2024, day6's first ever stadium concert in Jakarta was announced! Ya Alloh. Nangis. Kukira udah hilang kesempatanku nonton konser day6 dan harus nunggu entah kapan lagi, ternyata bakal mampir lagi mereka ke Indo di world tour kali ini. So happy.
Meski agak kaget karena jarak ticketing mepet banget, awal Januari, padahal konser masih Mei. Kepikiran kerjaan juga, karena bulan Mei pasti lagi sibuk. Tapi gak mau banyak mikir. Gas aja. Gak mau nyesel lagi. Terakhir kebanyakan mikir gak jadi nonton Gravity 2019 dan nyesel seumur hidup karena habis itu, iykyk.
Awalnya semua berjalan lancar dan baik-baik saja. Aku menemukan nurul, teman kuliahku yang ternyata fans day6 dan berencana mau nonton juga. Aku yang introvert, pemalu, dan susah bergaul, both in real life and socmed life (totalitas emang anaknya), bersyukur sekali ada nurul yang gabung dan aktif di paguyuban ttkd. Mulai dari info-info penting, sampai update huru-hara, hampir semua aku tau dari nurul. Makasi banget, rul.
Januari 2025, my favorite month of the year. Akhirnya secured ticket. Dibantu nurul, tentu saja. Pas war ticket aman-aman aja, karena kita beli di tiket.com, bukan di website promotor yang problematik itu. Dapat section purple north juga happy aja, karena gak ngincer section tertentu, yang penting bisa nonton.
Beres ticketing, lanjut cari hotel dan preorder lightband. Semua beres di bulan Januari. Tinggal cari printilan atribut konser lainnya. Excited gak usah ditanya. Tiap hari berasa, "lama banget ini kapan bulan Mei?". Sambil menghitung hari, sambil ngafalin lagu setlist FY (beneran sampe bikin jadwal seminggu hafal satu lagu), sambil memantau huru-hara, "bikin ulah apa lagi mecsibal hari ini?".
Hingga tibalah puncak huru-hara: venue change. Di malam ganjil pertama dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Yang seharusnya kuhabiskan untuk khusyuk berdoa dan ibadah, terutama untuk alm. bapak, harus keganggu perihal duniawi begini. Sigh. The reason I'll never forgive mecsibal till I die.
Jadilah kehidupan fangirlingku yang damai berubah menjadi huru-hara. Ikut aksi protes di X, mass email, sampai donasi buat aksi pergerakan yang dihimpun Myday Berserikat. Dibikin jadi sakit hati sama one of my sources of happiness tuh gak enak banget rasanya. Stress. Definitely not on my bingo card of life, but here it is.
April 2025, akhirnya mecsibal ngasi opsi refund. Tanpa pikir panjang, langsung refund, karena section purple sangat tidak worth it. Tapi, masih ingin nonton. Kenapa masih ingin nonton padahal mecsibal udah sedzolim itu?
Beberapa hal: 1) booking hotel gak bisa cancel-refund, 2) nurul udah beli tiket dari Semarang ke Jakarta, 3) aku udah terlanjur siap banget dari segala hal; uang, waktu, temen nonton, izin kerja (yes, aku sabtu masih masuk kerja dan dapat izin tuh hal yang suuusah). Kesempatan kayak gini tuh aku gak yakin bisa bakal ada lagi atau gak.
Long story short, D-DAY. Jam sembilan lewat, aku dan nurul masih goleran di kamar hotel. Udah pasrah kita. Dapat tiket syukur, section ngemper pun gak masalah. Pokoknya cari jalur yang paling aman dari tipu muslihat mecsibal, yang gak merugikan diri sendiri atau orang lain. Sekitar jam satu siang, kita berangkat ke GBK. GBK Madya. Padahal JIS udah kelihatan dari hotel. Hiks.
Sampai di GBK Madya sekitar jam 3. Ketemu teman-teman nurul dari paguyuban ttkd, yang aku tau kemudian kalau kebanyakan mereka asalnya dari Jawa Tengah. Mereka udah ngantri tiket OTS dari siang. Nurul udah nitip beli tiket ke mereka, sekalian tiket buat aku.
Baik banget kakak-kakak ttkd. Berterima kasih banget, tapi merasa bersalah juga. Mereka ngantri berdiri dari panas sampai hujan-hujanan. Aku sama nurul nitip terus nunggu sambil duduk dan berteduh. Udah gitu pas buka X, yang lewat, "yang masih pada ngantri tiket OTS bebal banget, egois." Sedih banget bacanya hey.
Aku yakin sih. Setiap kita yang masih mau nonton, pasti punya alasan masing-masing. Pun yang memilih gak nonton. Aku juga bisa paham perasaan teman-teman yang emosi lihat antrian OTS masih panjang, padahal udah ada seruan boycott. Tapi ya balik lagi. Banyak hal yang sudah dilewati dan dikorbankan. Yang harusnya bisa dimaklum, dan gak perlu saling menyakiti lagi. Udah cukup babak-belur kita semua.
Ok. Balik lagi ke konser. Moment yang masih berasa mimpi, bahkan sampai detik ini. Tapi ingatanku masih utuh, kayak baru kemarin, padahal udah lewat sebulan.
Sekitar jam 5 sore, dikabari kalau udah dapat tiket di section grey. Aku sama nurul langsung meluncur ke gate entry yang harusnya dekat tapi kita malah nyasar dan muter GBK Madya. LOL.
Dari masuk venue sampai beres konser, aku masih bareng sama nurul dan kakak-kakak ttkd. Sekolah ikut angkatan '95, konseran nimbrung di line '95. Siapa? Aku. Hehe. Seru banget sama mereka. Singalong iya, moshing iya, ngedumel dan protes juga iya. Pokoknya gimana caranya kita tetap enjoy the show (and sure, we did), tapi suara sakit hati mydaynesia juga harus tersampaikan dan didengar.
Sedikit review dariku yang baru pertama nonton konser day6: 1) sound system oke banget, jelas dan jernih, sampai di section grey ada beberapa myday yang pake earphone saking kencengnya itu suara, mantap!, 2) view dari section grey, hahaha, gak kelihatan panggung sama sekali, cuma bisa ngandelin videotron yang bompel-bompel itu (njir), tapi kembang apinya cantik banget, 3) day6-nya sendiri, (lah siapa aku ngereview day6? hehe) pokoknya mereka beneran musisi yang lahir untuk perform di atas panggung, no doubt no debate, case closed.
Sejujurnya, konser berjalan lebih baik dari ekspektasiku. Tentu tidak termasuk kepanasan, kehujanan, tenda jebol, delay dll. itu yaa. Yang kumaksud sejak konsernya dimulai, sejak doun's dungdung taktak di best part terdengar. Karena takutku, based on my past concert experience, dengan segala huru-hara itu, entah oleh pihak manapun, bisa aja konser berhenti di tengah jalan, ternyata enggak. Semua enjoy, both day6 and mydays.
Gak bohong. Semua yang nonton di dalam venue pasti setuju dan mau bersaksi betapa konser malam itu tuh seru. SERU BANGET. Konser day6 mana ada sih yang gak seru? Pasti seru.
Untill.. that fanprotest happened, yang ternyata aku gak ada record sama sekali dari video jelek banget as so-called fanproject yang gak dibikin sama fans itu diplay. Ikut teriak, "not from us, justice, refund, change promotor." Selebihnya cuma bisa speachless, ngefreeze, bingung, sedih, marah, nyesek, campur aduk. Apalagi pas lihat ekspresi youngk. Nyeseknya masih berasa sambil nulis ini.
And.. the last song, "welcome to the show". Oh shit. Why no one told me kalau wtts bisa sedesperate itu. Nangis.
Then, life after concert started. Haha. Capek banget, asli, menghadapi segala huru-hara ini, meski lumayan nambah insight baru juga. Dari habis konser banget, sampai yang baru kemarin, ada aja keributan. Tapi yaudahlah. Gimana lagi, namanya hidup.
Ok. Beberapa hal terakhir yang mau kusampaikan..
Nurul.. my bestie, kalau gak ada kamu entah jadi apa enggak itu aku nonton konser day6. Makasi banyak, luvv! Kakak-kakak ttkd juga, baik banget kalian mau menampung anak '96 line yang hilang arah ini. Bareng kalian, nurul dan kakak-kakak ttkd, konser kemarin jadi berkali lipat serunya. Makasih banyak sekali. Next konser boleh ditampung lagi aku yaa kalau masih gak punya arah. Hehe.
Seluruh mydaynesia, shout out! Kalian keren banget. Definitely fandom paling gokil i've ever know in my entire life as a kpop fans. Bisa-bisanya mau berangkat konser udah kayak mau berangkat demo menggulingkan rezim. Menghimpun pergerakan untuk melawan kedzoliman promotor sebegitunya. Keren banget deh pokoknya kalian!
Terutama yang ada di balik Myday Berserikat, couldn't thank you enough but my wish always, semoga kebaikan berkali-kali lipat datang di hidup kalian. Aamiin. Yang lagi berjuang perkara somasi mecsibal, yang masih menunggu refund, sorry for can do nothing but sending prayers your way. Fighthing!
And yes. Semua yang terjadi sebelum dan sesudah konser.. sedih, marah, kecewa, dan perasaan tidak menyenangkan lainnya, yang bahkan masih ada sampai hari ini, that's undoubtedly valid.
Yes. Manusia itu kalau sakit hati bawaannya mencari tempat untuk disalah-salahin atas rasa sakitnya. Ingat, ada promotor dan pemerintah yang gak kompeten yang emang salah dan layak kita salah-salahin. Gak usah kemana-mana, apalagi ke sesama kita, karena again, udah cukup babak-belur kita semua.
Yes. Cara dan waktu sembuh setiap kita pasti beda-beda. So take your time to find the best way to heal. Doaku semoga kita semua lekas berdamai dengan semua perasaan tidak menyenangkan itu, biar bisa simpan kenangan konser 3 Mei kemarin jadi memori baik (by SO7).
Last but not least.. DAY6, band kpop yang (cerita dikit) aku kepoin kali pertama di tahun 2018'an setelah kepincut senyum youngk yang randomly lewat di TL, yang ternyata dia anak Toronto yang pernah battle sama ikon di WIN back then in 2015, yang setelah kukepoin day6 kok lagunya enak semua, kemudian jadi casual listener bertahun-tahun enjoyed their music so much, berharap suatu hari bisa nonton mereka secara langsung, dan akhirnya kesampean juga tahun ini, hamdalah.
From the depths of my heart, terima kasih sudah (sekuat tenaga) hingga akhir berusaha membuat konser 3 Mei kemarin jadi menyenangkan. I'm still here enjoying every piece of music you guys have made, will forever be one of my sources of happiness di hidup yang tarakdumces banget ini. Sehat-sehat. Ditunggu next konser di Indo dengan venue GBK Main Stadium pake promotor baru yang beneran pro! 🤲❤︎

Beberapa tahun lalu, saat usiaku belasan, ayah sahabatku berpulang. Kutemani dia sampai jenazah ayahnya masuk liang lahat. Kusaksikan dia menangis dan nampak sangat hancur. Sejak itu, aku mulai membayangkan, nanti ketika waktu bapak atau ibu berpulang datang, mungkin aku akan menjadi yang tangisnya paling keras, yang hatinya paling hancur.
Maret tahun lalu, bapak ibu datang ke Bogor. Ratusan kilo ditempuh untuk jumpa anaknya. Kondisi bapak saat itu sudah sakit, tapi masih bapak paksakan baik-baik saja. Bapak ibu datang melihat tempat tinggal dan tempat kerjaku sekarang. Bapak bilang, "Sudah.. bapak sudah lega kamu ada di tempat yang baik. Hidup dengan baik. Setidaknya lebih baik dari hidup bapak."
H-satu minggu sebelum Idul Fitri tahun lalu, bapak harus menjalani operasi. Sedih dan khawatir, gak usah ditanya. Tapi tetap yakin kalau bapak kuat dan bisa melaluinya. Alhamdulillah, beneran recoverynya cepat. Hari lebaran bapak sudah bisa keliling silaturahmi ke sanak saudara. Sampai pada kaget, katanya habis operasi. Seperti yang kuyakini, bapak pasti kuat dan bisa melaluinya.
Lepas libur lebaran, aku kembali ke Bogor. Seminggu, dua minggu hingga berganti bulan. Kabar tidak baik perihal kondisi bapak terus datang. Sampai akhirnya di bulan Agustus, aku dan kakak yang juga tinggal di Bogor, memutuskan untuk pulang dulu ke Lamongan. Hancur banget lihat kondisi bapak. Badan gemuknya berubah kurus. Yang biasanya selalu lincah aktivitas kesana-kemari, hanya bisa terbaring di kasur, ke toilet pun harus dibantu. Pas tahu aku dan kakak pulang, bapak langsung nangis. Histeris.
"Alhamdulillah bapak masih bisa ketemu kamu lagi, Nduk.." kata bapak di tengah isaknya. Tangisku bisa kutahan, tapi dalam hati remuk hancur lebur.
Cuma beberapa hari di rumah, kami harus kembali lagi ke Bogor. Karena kerjaan tentu saja. Hari-hari berikutnya setelah kembali ke Bogor, kabar bapak tidak pernah membaik. Pertengahan Oktober, ibu minta aku dan kakak pulang lagi. Jika tahu apa yang akan terjadi, detik itu juga ibu minta kami pulang, detik itu juga kami akan pulang. Tapi ya manusia yang tidak tahu apa-apa ini, yang diutamakan malah kesibukan kerjaan. Rencana kami akan pulang di awal September.
Rabu, 30 Oktober 2024. Belum sampai bulan September. Seperti hari-hari biasa, tanpa tahu apa yang akan terjadi. Bekerja dari pagi, tanpa firasat apa-apa. Sampai siang hari, segalanya berjalan sangat cepat. Dapat kabar dari rumah kalau bapak kritis, dibawa ke rumah sakit. Aku dan kakak langsung berkemas untuk pulang. Belum kami jalan pulang, kabar yang paling kami takutkan, datang tanpa memberi kesempatan untuk bersiap.
"Bapak udah gak ada," kata kakak di ujung telfon.
Seluruh tenaga di badan terasa menguap. Lemas. Bingung. Sesak sekali di dada. Sepanjang jalan aku dan kakak nangis, ketiduran, nangis lagi, ketiduran lagi. Begitu terus sampai tiba di rumah. Tiba di rumah dini hari esok harinya. Almarhum bapak sudah dimakamkan sejak sore hari sebelumnya. Kenapa tidak menunggu kami tiba? Bapak pernah pesan ke kakak, kalau bapak meninggal, maunya langsung dimakamkan, gak usah nunggu anak-anaknya yang jauh tiba di rumah. Selain itu memang baiknya begitu. Kasihan bapak kalau harus menunggu kami.
Begitulah kemudian aku dan kedua kakakku menjadi anak yatim, dan ibu menjadi janda. Begitulah kemudian muncul sebuah sesak di dada yang menetap disana, sampai detik ini, sampai seterusnya. Di saat-saat tertentu, sesak itu bisa berubah menjadi pedih yang tak terperikan pedihnya. Begitulah kemudian, setelah bapak berpulang.
Seumur hidup bapak tidak pernah sakit yang parah. Bapak jaga betul kesehatannya. Hidupnya dipakai untuk kerja keras, memastikan anak-anaknya punya hidup yang lebih baik. Kata ibu, bapak sama ibu udah lega karena tahu anak-anaknya sudah berhasil mewujudkan hidup yang lebih baik, yang bapak ibu harapkan.
Dari jaman masih sekolah sampai sekarang sudah bekerja, aku sudah hidup merantau, tinggal jauh dari bapak ibu. Pulang hanya saat liburan. Waktu yang kuhabiskan, bersama bapak terutama, memang tidak banyak. Untuk ukuran anak bungsu perempuan, kedekatanku dengan bapak bisa dibilang tidak dekat. Kenanganku bersama bapak pun tidak selalu baik. Tapi satu hal yang tidak sedikitpun kuragukan; cinta dan hidup bapak utuh-seutuhnya untuk ibu dan ketiga anaknya.
Bapak, terima kasih untuk semuanya. Maaf tidak bisa selalu mengangkat telfon dan jarang bertemu. Tangisku saat bapak pergi ternyata tidak sekeras yang kukira. Tapi dua bulan setelahnya, pedih dan sesak di hatiku masih sama, dan akan seterusnya. Raga bapak boleh sudah tidak ada, tapi jiwa bapak akan selalu hidup di hati dan pikiran kami.
Bapak, selamat beristirahat ya, pak. Aku, ibu, mbak dan mas akan kembali melanjutkan hidup seperti biasa meski tidak lagi sama. I love you beyond the universe ❤︎
Suatu hari di sebuah sekolah tempat Kirana menuntut ilmu, tempat dia menaruh harapan atas segala kebaikan hidup.
Sekolah itu sedang melakukan seleksi untuk memilih murid yang akan dikirim mewakili sekolah di olimpiade tingkat kabupaten. Hasil seleksi keluar, dengan nilai tertinggi di bidang Matematika diraih oleh Kirana. Beberapa hari kemudian, diumumkan bahwa yang akan mewakili sekolah untuk olimpiade Matematika adalah bukan Kirana, murid lain, yang nilai hasil seleksinya di bawah Kirana, yang di kemudian hari diketahui bahwa dia punya koneksi dengan yayasan sekolah.
Sejak saat itu, Kirana benci matematika.
Dulu masih ada Ujian Nasional. Beberapa bulan sebelumnya diadakan beberapa kali try out untuk latihan. Di sekolahnya, di setiap try out, Kirana selalu mendapat skor paling tinggi. Tiba pelaksanaan Ujian Nasional, Kirana mengerjakan dengan jujur, dengan kemampuannya sendiri. Begitu hasil keluar, bergemuruh hati Kirana melihat yang mendapat skor tertinggi adalah murid dari keluarga kaya raya, yang diketahui seluruh sekolah bahwa si murid membeli kunci jawaban dan dibagi ke teman-teman terdekatnya. yang tentu Kirana tidak termasuk.
Sejak saat itu, Kirana benci orang kaya.
Begitulah kemudian Kirana tumbuh. Menghadapi hal-hal yang membuat batinnya bergejolak, membuat nafasnya sesak, membuatnya merasa selalu dirampas berbagai hal yang seharusnya dia dapat, kemudian dipaksa tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima saja.
Begitulah kemudian Kirana tumbuh. Menjadi pribadi yang kecil ambisinya untuk mengejar pencapaian duniawi. Menjadi manusia yang selalu melarikan diri dari menggerutu ketika keinginannya tidak terwujud, kepada keyakinan bahwa rencana Tuhan adalah selalu lebih baik.
Begitulah kemudian Kirana tumbuh. Menyadari bahwa yang dia benci sesungguhnya bukan matematika, bukan orang kaya, melainkan ketidakadilan.
Suatu hari aku bertemu Kirana, seorang anak dari keluarga miskin yang sudah khatam menyaksikan pertengkaran kedua orangtuanya. Pertengkaran yang terjadi akibat kondisi ekonomi, tentu saja. Ia tumbuh dengan rasa tidak puas akan usaha-usaha orangtuanya, sang ayah terutama. Banyak kejadian yang membuatnya kecewa dan tidak lagi bisa menaruh rasa hormat kepada sang ayah. Kejadian yang paling parah adalah ketika ayahnya mulai berani main tangan memukul ibunya. Sang ayah sudah minta maaf, sang ibu pun sudah memaafkan. Tetap mempertahankan pernikahan demi masa depan anak-anak, kata mereka. Namun hubungan pernikahan tanpa adanya lagi cinta kasih, yang ada hanya pertengkaran sehari-hari, tiada hari tanpa bertengkar, adalah percuma menurut Kirana.
Kirana memilih untuk bekerja keras menjadi mandiri secepat mungkin. Tidak mau lama-lama bergantung kepada keluarganya yang memang sudah tidak bisa dijadikan tempat untuk bergantung. Selanjutnya ia memilih untuk hidup sendiri, tidak ingin menikah, tidak ingin berkeluarga. Rasa kecewa terhadap kondisi keluarganya yang tidak harmonis akhirnya meninggalkan sebuah kecemasan. Bagaimana jika sudah menikah nanti suaminya menjadi seperti ayahnya? Bagaimana jika cinta kasih di awal pernikahan berubah menjadi pertengkaran tiada akhir di kemudian hari? Bagaimana jika anaknya kelak tidak pernah bangga memiliki seorang ibu seperti dirinya? Begitulah kemudian berumah-tangga menjadi hal menakutkan yang ingin Kirana hindari.
Lain hari aku bertemu Larasati. Latar belakang keluarganya hampir sama dengan Kirana, atau bisa dibilang cukup persis malah. Kondisi ekonomi keluarga yang sulit dan hubungan orangtua yang tidak harmonis. Suatu hari Larasati bertemu dengan sosok laki-laki yang membuatnya jatuh hati. Sang laki-laki pun sama, mereka saling jatuh hati. Hingga akhirnya mereka menikah, berkomitmen untuk tumbuh dan belajar bersama membangun sebuah keluarga. Menurut Larasati, pernikahan adalah hal baik dan menyenangkan jika dilakukan dengan orang yang tepat dan dirawat dengan cara yang tepat pula. Ia belajar dari hubungan pernikahan orangtuanya yang tidak harmonis. Apa yang menurutnya salah dan menimbulkan pertengkaran, tentang seperti apa keluarga yang ia impikan, ia diskusikan dengan suami. Komunikasi adalah kunci, kata Larasati.
Kirana dan Larasati adalah dua dari sekian sosok perempuan yang kukagumi. Keduanya sama-sama berhasil menjadi perempuan hebat. Kirana merasa cukup puas dengan hidupnya saat ini; memiliki pekerjaan tetap dan berpenghasilan lebih dari cukup, tidak perlu lagi menyaksikan pertengkaran kedua orangtuanya, mampu hidup mandiri tanpa bergantung dan menyusahkan orang lain. Begitupun Larasati; hidup bersama sang suami dan dua anaknya, masa sulit dan sedih setelah menikah dan berkeluarga pasti ada, namun melewati masa-masa itu bersama keluarga kecilnya, adalah sebuah suka cita bagi Larasati.
Setelah bertemu dan mendengar cerita mereka, kubilang pada diriku sendiri, "Va, kamu boleh memilih jalan hidup seperti Kirana, boleh seperti Larasati, boleh juga tidak meniru mereka dan memilih jalan hidupmu sendiri. Semangat!"
🖤💫
me
Hi, I'm Ova Ariha, a proud INFP-T and I welcome you to my personal blog :))