Kirana dan Larasati

By Ova Ariha - Mei 18, 2022

Suatu hari aku bertemu Kirana, seorang anak dari keluarga miskin yang sudah khatam menyaksikan pertengkaran kedua orangtuanya. Pertengkaran yang terjadi akibat kondisi ekonomi, tentu saja. Ia tumbuh dengan rasa tidak puas akan usaha-usaha orangtuanya, sang ayah terutama. Banyak kejadian yang membuatnya kecewa dan tidak lagi bisa menaruh rasa hormat kepada sang ayah. Kejadian yang paling parah adalah ketika ayahnya mulai berani main tangan memukul ibunya. Sang ayah sudah minta maaf, sang ibu pun sudah memaafkan. Tetap mempertahankan pernikahan demi masa depan anak-anak, kata mereka. Namun hubungan pernikahan tanpa adanya lagi cinta kasih, yang ada hanya pertengkaran sehari-hari, tiada hari tanpa bertengkar, adalah percuma menurut Kirana.

Kirana memilih untuk bekerja keras menjadi mandiri secepat mungkin. Tidak mau lama-lama bergantung kepada keluarganya yang memang sudah tidak bisa dijadikan tempat untuk bergantung. Selanjutnya ia memilih untuk hidup sendiri, tidak ingin menikah, tidak ingin berkeluarga. Rasa kecewa terhadap kondisi keluarganya yang tidak harmonis akhirnya meninggalkan sebuah kecemasan. Bagaimana jika sudah menikah nanti suaminya menjadi seperti ayahnya? Bagaimana jika cinta kasih di awal pernikahan berubah menjadi pertengkaran tiada akhir di kemudian hari? Bagaimana jika anaknya kelak tidak pernah bangga memiliki seorang ibu seperti dirinya? Begitulah kemudian berumah-tangga menjadi hal menakutkan yang ingin Kirana hindari.

Lain hari aku bertemu Larasati. Latar belakang keluarganya hampir sama dengan Kirana, atau bisa dibilang cukup persis malah. Kondisi ekonomi keluarga yang sulit dan hubungan orangtua yang tidak harmonis. Suatu hari Larasati bertemu dengan sosok laki-laki yang membuatnya jatuh hati. Sang laki-laki pun sama, mereka saling jatuh hati. Hingga akhirnya mereka menikah, berkomitmen untuk tumbuh dan belajar bersama membangun sebuah keluarga. Menurut Larasati, pernikahan adalah hal baik dan menyenangkan jika dilakukan dengan orang yang tepat dan dirawat dengan cara yang tepat pula. Ia belajar dari hubungan pernikahan orangtuanya yang tidak harmonis. Apa yang menurutnya salah dan menimbulkan pertengkaran, tentang seperti apa keluarga yang ia impikan, ia diskusikan dengan suami. Komunikasi adalah kunci, kata Larasati.

Kirana dan Larasati adalah dua dari sekian sosok perempuan yang kukagumi. Keduanya sama-sama berhasil menjadi perempuan hebat. Kirana merasa cukup puas dengan hidupnya saat ini; memiliki pekerjaan tetap dan berpenghasilan lebih dari cukup, tidak perlu lagi menyaksikan pertengkaran kedua orangtuanya, mampu hidup mandiri tanpa bergantung dan menyusahkan orang lain. Begitupun Larasati; hidup bersama sang suami dan dua anaknya, masa sulit dan sedih setelah menikah dan berkeluarga pasti ada, namun melewati masa-masa itu bersama keluarga kecilnya, adalah sebuah suka cita bagi Larasati.

Setelah bertemu dan mendengar cerita mereka, kubilang pada diriku sendiri, "Va, kamu boleh memilih jalan hidup seperti Kirana, boleh seperti Larasati, boleh juga tidak meniru mereka dan memilih jalan hidupmu sendiri. Semangat!"

🖤💫

  • Share:

0 comments