Bapak ❤︎

By Arihanaova - Januari 03, 2025

Beberapa tahun lalu, saat usiaku belasan, ayah sahabatku berpulang. Kutemani dia sampai jenazah ayahnya masuk liang lahat. Kusaksikan dia menangis dan nampak sangat hancur. Sejak itu, aku mulai membayangkan, nanti ketika waktu bapak atau ibu berpulang datang, mungkin aku akan menjadi yang tangisnya paling keras, yang hatinya paling hancur.

Maret tahun lalu, bapak ibu datang ke Bogor. Ratusan kilo ditempuh untuk jumpa anaknya. Kondisi bapak saat itu sudah sakit, tapi masih bapak paksakan baik-baik saja. Bapak ibu datang melihat tempat tinggal dan tempat kerjaku sekarang. Bapak bilang, "Sudah.. bapak sudah lega kamu ada di tempat yang baik. Hidup dengan baik. Setidaknya lebih baik dari hidup bapak."

H-satu minggu sebelum Idul Fitri tahun lalu, bapak harus menjalani operasi. Sedih dan khawatir, gak usah ditanya. Tapi tetap yakin kalau bapak kuat dan bisa melaluinya. Alhamdulillah, beneran recoverynya cepat. Hari lebaran bapak sudah bisa keliling silaturahmi ke sanak saudara. Sampai pada kaget, katanya habis operasi. Seperti yang kuyakini, bapak pasti kuat dan bisa melaluinya.

Lepas libur lebaran, aku kembali ke Bogor. Seminggu, dua minggu hingga berganti bulan. Kabar tidak baik perihal kondisi bapak terus datang. Sampai akhirnya di bulan Agustus, aku dan kakak yang juga tinggal di Bogor, memutuskan untuk pulang dulu ke Lamongan. Hancur banget lihat kondisi bapak. Badan gemuknya berubah kurus. Yang biasanya selalu lincah aktivitas kesana-kemari, hanya bisa terbaring di kasur, ke toilet pun harus dibantu. Pas tahu aku dan kakak pulang, bapak langsung nangis. Histeris.

"Alhamdulillah bapak masih bisa ketemu kamu lagi, Nduk.." kata bapak di tengah isaknya. Tangisku bisa kutahan, tapi dalam hati remuk hancur lebur.

Cuma beberapa hari di rumah, kami harus kembali lagi ke Bogor. Karena kerjaan tentu saja. Hari-hari berikutnya setelah kembali ke Bogor, kabar bapak tidak pernah membaik. Pertengahan Oktober, ibu minta aku dan kakak pulang lagi. Jika tahu apa yang akan terjadi, detik itu juga ibu minta kami pulang, detik itu juga kami akan pulang. Tapi ya manusia yang tidak tahu apa-apa ini, yang diutamakan malah kesibukan kerjaan. Rencana kami akan pulang di awal September.

Rabu, 30 Oktober 2024. Belum sampai bulan September. Seperti hari-hari biasa, tanpa tahu apa yang akan terjadi. Bekerja dari pagi, tanpa firasat apa-apa. Sampai siang hari, segalanya berjalan sangat cepat. Dapat kabar dari rumah kalau bapak kritis, dibawa ke rumah sakit. Aku dan kakak langsung berkemas untuk pulang. Belum kami jalan pulang, kabar yang paling kami takutkan, datang tanpa memberi kesempatan untuk bersiap.

"Bapak udah gak ada," kata kakak di ujung telfon.

Seluruh tenaga di badan terasa menguap. Lemas. Bingung. Sesak sekali di dada. Sepanjang jalan aku dan kakak nangis, ketiduran, nangis lagi, ketiduran lagi. Begitu terus sampai tiba di rumah. Tiba di rumah dini hari esok harinya. Almarhum bapak sudah dimakamkan sejak sore hari sebelumnya. Kenapa tidak menunggu kami tiba? Bapak pernah pesan ke kakak, kalau bapak meninggal, maunya langsung dimakamkan, gak usah nunggu anak-anaknya yang jauh tiba di rumah. Selain itu memang baiknya begitu. Kasihan bapak kalau harus menunggu kami.

Begitulah kemudian aku dan kedua kakakku menjadi anak yatim, dan ibu menjadi janda. Begitulah kemudian muncul sebuah sesak di dada yang menetap disana, sampai detik ini, sampai seterusnya. Di saat-saat tertentu, sesak itu bisa berubah menjadi pedih yang tak terperikan pedihnya. Begitulah kemudian, setelah bapak berpulang.

Seumur hidup bapak tidak pernah sakit yang parah. Bapak jaga betul kesehatannya. Hidupnya dipakai untuk kerja keras, memastikan anak-anaknya punya hidup yang lebih baik. Kata ibu, bapak sama ibu udah lega karena tahu anak-anaknya sudah berhasil mewujudkan hidup yang lebih baik, yang bapak ibu harapkan.

Dari jaman masih sekolah sampai sekarang sudah bekerja, aku sudah hidup merantau, tinggal jauh dari bapak ibu. Pulang hanya saat liburan. Waktu yang kuhabiskan, bersama bapak terutama, memang tidak banyak. Untuk ukuran anak bungsu perempuan, kedekatanku dengan bapak bisa dibilang tidak dekat. Kenanganku bersama bapak pun tidak selalu baik. Tapi satu hal yang tidak sedikitpun kuragukan; cinta dan hidup bapak utuh-seutuhnya untuk ibu dan ketiga anaknya.

Bapak, terima kasih untuk semuanya. Maaf tidak bisa selalu mengangkat telfon dan jarang bertemu. Tangisku saat bapak pergi ternyata tidak sekeras yang kukira. Tapi dua bulan setelahnya, pedih dan sesak di hatiku masih sama, dan akan seterusnya. Raga bapak boleh sudah tidak ada, tapi jiwa bapak akan selalu hidup di hati dan pikiran kami.

Bapak, selamat beristirahat ya, pak. Aku, ibu, mbak dan mas akan kembali melanjutkan hidup seperti biasa meski tidak lagi sama. I love you beyond the universe ❤︎

  • Share:

0 comments